Lo mau jadi kaya? Ya kerja keras dong.
Itu saran yang gue sering dapet dari banyak orang. Entah itu success guru, enterprener, content creator, atau bahkan teman seangkatan yang lebih cuan. Kita ngefollow ga cuma akun mereka, tetapi juga kata-kata mereka di sosmed.
“Gue bisa sampe di titik ini karena kerja keras, keteguhan, passion dan semangat yang berapi-api…” kata mereka.
Sayangnya kebanyakan orang gak melihat faktor-faktor lain. Seperti keluarga, keuangan, kenalan, bahkan keberuntungan.
Karena itu gak akan buat cerita yang menarik. Tapi sayang sekali, karena yang di-highlight adalah kerja keras mereka, itu aja saran yang kita bisa dapetin dari sosok-sosok di atas.
Apa itu Hustle Culture?
Muncullah budaya yang dinamakan Hustle Culture. Prinsipnya sederhana: Setiap orang dikasih 24 jam sehari. 8 jam dipakai untuk tidur, sisa 16 jam. Let’s say 2-3 jam itu dipake untuk waktu memelihara tubuh (mandi, makan, bersosialisasi), berarti masih ada sisa 13 jam sehari. Dan sebisanya 13 jam (bahkan lebih) itu dipake sepenuhnya untuk bekerja.
Kerja, kerja, kerja… pasti bikin kaya (?)
Kalo lo seorang pegawai, pasti 8 jam bakal kepake untuk kerja di sebuah perusahaan ya kan? Berarti masih ada sisa waktu 5 jam, atau lebih dari setengah waktu lo kerja di perusahaan.
Jadi, kata pelopor Hustle Culture, dengan 5 jam itu, lo mesti investasi diri lo untuk ngembangin apa pun yang bisa bikin lo kaya di masa depan. Entah itu kemampuan baru (skill), bangun usaha sampingan, atau lembur.
Untuk alasan pertama dan kedua masih mending lah. Kita gunain masa muda kita untuk lebih proaktif, untuk belajar sebanyak-banyaknya. Karena ketika sudah berumur, kemampuan kita untuk menyerap ilmu ga sebaik sekarang, atau tenaga kita udah ga maksimal lagi.
Tapi untuk lembur? Di situ mungkin bakal muncul sebuah masalah.
Hustle Culture yang bikin cuan
Sebelum kita bahas tentang lembur, yok kita lihat dulu sisi positifnya Hustle Culture.
1. Mendorong lo biar ga buang-buang waktu
Gila ya, sampe disuruh ngitungin waktu lo sedatail itu. Hustle Culture mengajar lo untuk lebih menghargai waktu. Berapa sih harganya waktu? Mungkin saat ini upah kerja lo dihargain 100 ribu rupiah per jam. Tapi ada juga yang dibayar lebih mahal.
Berarti harga waktu sebenarnya tak terhingga dong? Terus kenapa kita habisin waktu minimal 2 jam sehari untuk scrolling sosmed? (ga dibuat-buat, ini berdasarkan studi).
2. Mendorong kreativitas lo
Setiap orang punya satu keterbatasan yang sama, yaitu waktu 24 jam sehari. Tapi kenapa ada yang dibayar lebih mahal untuk bekerja dalam kurun waktu yang sama? Manajer lo mungkin dapat penghasilan dua kali lipat dibanding lo. Apa berarti dia bekerja dua kali lebih keras dibanding lo?
Jawabannya tentunya NO. Ga ada korelasi antara energi yang dikeluarin dengan penghasilan yang lo bisa dapat. Makanya orang-orang yang kreatif berpikir gimana caranya supaya pekerjaan bisa selesai dengan cepat? Entah kita belajar cara bekerja dengan cepat, belajar me-manage orang, belajar pake teknologi, atau delegasiin kerjaan kepada penyedia jasa.
Hustle Culture yang bikin rugi
Jangan lupa Hustle Culture itu culture (budaya), dan budaya itu ga sempurna. Dampak buruknya Hustle Culture, kalo lo ga hati-hati:
1. “Lembur gratis” dinormalkan
Mungkin lo atau temen lo pernah mengeluh. Bos gue suka lembur di kantor. Awalnya dia doang yang biasa pulang jam 8 malem. Akhirnya semua pada ikut. Kalo gue mau pulang lebih awal kek jadi sungkan dong.
Hustle Culture bisa bikin tempat kerja lo jadi toxic. Lo pasti tahu kan bahwa lembur itu harus ada upahnya. Tapi jaman sekarang lembur itu susah diukur. Kerjaan bisa dibawa pulang karena ada laptop. Ga sedikit bos-bos yang ga mau tau, yang penting pekerjaan selesai.
2. Dapat penyakit FOMO
Lo mungkin merasa tertekan dengan budaya ini. Rasanya pengen ikut-ikutan hustling biar bisa dihargain orang lain juga. Lo ga sendirian kok. Perasaan ini disebut Fear Of Missing Out atau FOMO, artinya rasa takut ketinggalan.
Pada kenyataannya, ga semua orang bisa hustling. Pekerjaan harian lo mungkin udah melelahkan. Tiba di rumah masih ada yang perlu diurus, seperti tanggungan pribadi. Jangan coba hustling hanya untuk bergaya.
Hustle Culture bukan untuk gaya, tapi untuk cuan
Kerja keras sendiri ga bikin cuan. Lo juga butuh kreativitas untuk mastiin waktu digunain dengan baik. Selain itu, ada faktor keberuntungan juga dalam hidup. Kalo lo ga dapet dukungan yang baik, atau dalam lingkungan yang toxic, akan agak susah untuk jadi sukses, meskipun lo udah hustling setengah mati.
Waktu muda lo berharga. Jangan ikut-ikutan hustling demi gaya.
Casualogue
#SantaiTapiBerisi