Dengan fisik yang fit dan potongan rambut yang bergaya sederhana, Tobias Kananggar menyerupai sosok gym trainer yang tipikal.
Dunia olahraga gak pernah diabaikan. Kalo gak main basket atau berenang, Tobias menikmati acara sport. Namun pendiri Fitness Indonesia juga sangat rajin membaca buku tentang bisnis dan keuangan. Dia selalu mengasah skill-nya dalam mengelola perusahaan, melatih dan mengembangkan karir staf, dan memberikan layanan terbaik kepada semua klien.
“Walaupun sudah ada tim pelatih sendiri, dari hal teknis saya masih melatih klien secara langsung, khususnya para expat yang harus dilatih menggunakan bahasa Inggris,” katanya. “(Saya terlibat dalam pelatihan), konsultasi dengan klien baru, merancang program latihan/diet, assessment klien lama, mengatur jadwal latihan klien serta penugasan jadwal latihan ke tim pelatih…”
Menjadi CEO sekaligus konsultan yang turun tangan langsung memang butuh tenaga yang besar. Tapi, tanpa kekuatan mental yang kuat dari awal, Fitness Indonesia mungkin gak akan meraih sukses sejauh sekarang.
Kini Fitness Indonesia menempati tiga kota besar di Jawa Barat, dan melayani berbagai macam klien, dari private training hingga corporate wellness, termasuk juga menyediakan online coaching dan buku panduan yang membahas semua kebutuhan fitness individu.
Terjun ke dalam industri yang dulunya belum familiar
Bisa dibilang Tobias mengikuti bakat dan passionnya dalam dunia fitness. Sebelum menjajaki industri fitness di Jakarta, Tobias bekerja sebagai freelance fitness trainer di Singapura sekaligus menjadi mahasiswa S3 Ilmu Komputer.
Namun hal itu belum tentu cukup untuk mempersiapkan dia untuk memasuki industri fitness yang sangat kompetitif di Jakarta.
“Bila dilihat kembali, kesulitan terbesar yang saya alami ketika awal mula mengembangkan bisnis ini berasal dari segi network dan pengetahuan industri secara lokal (industri fitness di Jakarta). Kenalan saya di industri fitness (di Jakarta) dan industri lain yang berhubungan dengan industri fitness sangatlah minim,” katanya.
Dari segi operasi bisnis, dia pun perlu banyak belajar lagi. Ketika berawal, Tobias belum punya koneksi chanel lokal mengenai peralatan fitness dan staf pelatih fitness.
“Saya tidak memiliki pengetahuan mengenai market/consumer behavior di Jakarta soal gym, saya tidak tahu harga pasaran gym dan staf pelatih. Dari sisi bisnis, saya tidak tahu chanel-chanel yang ada untuk marketing, design website, SEO, digital marketing, dan sebagainya,” ujarnya.
Haters yang “menjadi inspirasi kuat”
Keputusan seorang mahasiswa Ilmu Komputer untuk mendirikan gym dan jasa personal trainer gak jarang menjumpai orang-orang yang meragukan usahanya. Haters yang paling vokal tentunya “teman-temannya, dan bahkan beserta orang tua mereka juga”.
Namun Tobias tetap memandang itu sebagai alasan untuk meraih keberhasilan. Tidak hanya dari omongan kritis saja, dia juga mendapatkan semangat besar yang berlipat ganda dari anak dan istrinya, yang sudah mempercayainya sejak awal perjalanan usahanya.
Terakhir, entrepreneur muda ini juga menemukan dorongan intrinsik yang sangat kuat.
“Tuhan Yang Maha Esa sudah memberikan saya bakat dan minat olahraga dari kecil. Jadi inspirasi awal saya adalah untuk menggunakan bakat dan minat saya agar bisa bermanfaat bagi orang lain,” ucapnya. “Saya sudah sering mendengar banyak cerita bagaimana orang merasa dirugikan sebagai konsumen di industri ini, entah karena kualitas layanan yang di bawah standar, janji-janji palsu, penanganan teknis yang ngawur tanpa dasar-dasar teori yang jelas.”
Dia berpendapat bahwa semakin berkembang bisnisnya, semakin banyak manfaat yang dia bisa bagikan kepada konsumen, serta dapat membantu mengembangkan kemampuan tim stafnya.
Mental yang kuat, fisik yang terjaga
Bisnis yang dijalaninya tetap menjadi berkat baginya. Karena itu, Tobias tetap menjaga kesehatan dan keseimbangan hidup (Work-Life Balance) dengan berkomitmen untuk off dari kerjaan pada akhir pekan. Misalnya, dia memilih hari Sabtu untuk bermain basket.
Selain itu, family time gak pernah terabaikan olehnya. Meskipun memiliki work ethic dan disiplin yang luar biasa, Tobias tetap gak mau mengorbankan bagian penting dalam hidupannya demi pekerjaan.
Final thoughts dari Tobias
Kalau ada satu hal penting yang ingin disampaikan olehnya, itu adalah untuk meniru work ethic dan business process bisnis lain, bukannya model bisnis dan hasilnya.
Membangun usahanya tahap demi tahap, tahun demi tahun, membuatnya sadar bahwa proses adalah yang terpenting. Memang, terlalu fokus dengan hasil menyebabkan banyak orang untuk merasa terburu-buru, berekspektasi terlalu tinggi, gampang kecewa dan akhirnya menyerah.
“Apa yang sukses bagi orang lain, belum tentu sukses bagi kita. Mereka lupa faktor penting dari kompetisi bisnis, yaitu unique selling point,” ujar Tobias. Dengan gak sekedar mengikuti hype, fokus kepada proses bisnis, dan membedakan diri kita, sukses bakal mudah tercapai.